Berita dan Informasi BKS-PPS
Pemerintah telah mengumumkan logo dan tema peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-76 Republik Indonesia (RI). Logo dan tema HUT RI itu diunggah oleh situs resmi Kementerian Sekretariat Negara, 17 Juni 2021. Melalui surat Menteri Sekretaris Negara Nomor B-446/M/S/TU.00.04/06/2021, Mensesneg Pratikno menyampaikan logo dan tema HUT RI itu ke seluruh jajaran pemerintah. Di antaranya kepada pimpinan lembaga, menteri, gubernur Bank Indonesia, jaksa agung, panglima TNI, kapolri, para pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, para pimpinan lembaga nonstruktural, para gubernur, bupati, hingga wali kota di seluruh Indonesia. Nah bagi sobat planters yang membutuhkannya klik disini Di link tersebut terdapat logo, elemen grafis, font, template, beserta karya fotografi untuk melengkapi desain. Terdapat beberapa format logo yang tersedia, yakni AI, EPS, PDF, PNG, dan JPEG. Selain itu ada juga pedoman untuk menggunakan logo HUT ke-76 RI lengkap beserta contoh penerapannya, sehingga memudahkan para desainer dalam menggunakan logo tersebut.
Pantai Gading adalah negara penghasil biji kakao terbesar di dunia, yang mampu memproduksi lebih dari 2 juta ton. Bahkan, masyarakat Pantai Gading mengandalkan ekspor kakao untuk 40% dari pendapatan ekspor mereka, yang berarti perekonomian nasional mereka sangat bergantung pada harga kakao. Negara ini terletak di kawasan tropis Afrika Barat, dan berpenduduk lebih dari 26 juta, dimana diperkirakan enam juta bekerja di produksi kakao. Tetangga Pantai Gading di sebelah timur, Republik Ghana, adalah pengekspor kakao terbesar kedua. Produksi kakao negara menyumbang 30% dari pendapatan ekspornya. Sekitar 800.000 petani Ghana terlibat langsung dalam budidaya kakao. Indonesia merupakan satu-satunya negara dari lima besar negara penghasil kakao yang tidak berada di Afrika, melainkan berasal dari Asia tenggara. Budidaya kakao di Indonesia adalah industri yang relatif baru. Kakao merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Indonesia juga merupakan negara produsen dan eksportir kakao terbesa ketiga dunia setelah Ghana dan Pantai Gading. Seperti yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Publikasi Statistik Kakao 2019, sebagian besar perkebunan kakao masih diusahakan oleh perkebunan rakyat yang mencapai 98,85 % dari total luasan areal perkebunan kakao di Indonesia. Sementara untuk 5 besar Provinsi produsen kakao di tahun 2019*, empat diantaranya berasal dari Pulau Sulawesi. Pada tahun 2019* Provinsi Sulawesi Tenggara diperkirakan menjadi produsen biji kakao terbesar Indonesia dengan produksi sekitar 137,74 ribu ton atau 17,79 persen dari total produksi Indonesia. Produksi perkebunan kakao di Indonesia menurut provinsi tahun 2019*. Kemudian diikuti secara berurut oleh Provinsi Sulawesi tengah (16%), Sulawesi Selatan (15%), Sulawesi Barat (9%) dan perwakilan Sumatera oleh Provinsi Sumatera Barat 8%. sisanya 33% terebar dari Provinsi Lainnya Kecuali Provinsi DKI Jakarta. Sementara jika dilihat dari produktivitas kilogram per hektar nya di tahun 2019*, perkebunan kakao 3 diantaranya adalah dari Sumatera. Secara berurut 5 provinsi dengan produktivitas di tahun 2019 adalah Sumatera Utara (978 kg/ha), Kalimantan Tengah (909 kg/ha), Lampung (889 kg/ha), Sumatera Barat (825 kg/ha) dan Gorontalo (800 kg/ha). Berkaca dari hal tersebut Sumatera sangat berpeluang dalam mengembangkan perkebunan Kakao, apalagi potensi komoditas ini masih sangat besar mengingat tren konsumsi ketiganya tetap menunjukkan peningkatan di masa pandemi. Disisi lain seperti yang dikutip dari kompas.com, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong peningkatan ekspor produk kopi, teh, dan kakao ke Inggris. Ini sekaligus memanfaatkan peluang usai begara tersebut resmi keluar dari Uni Eropa atau Brexit. Meski demikian, peluang itu dibarengi tantangan yang perlu dihadapi pelaku usaha di Indonesia untuk bisa mengekspor produknya dan terus melakukan improvement kualitas produknya. Sumber: Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Kakao Indonesia 2019 www.kompas.com www.worldatlas.com www.pertanian.go.id
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menunda melanjutkan program mandatori biodiesel 30 persen (B30) menjadi biodiesel 40 persen (B40) pada tahun ini. Semula Program B40 ini akan diterapkan Juli 2021. Penundaan tersebut terkait dengan tingginya harga CPO dan jatuhnya harga BBM. Berkaca pada program B30 tahun lalu, pemerintah mengakui salah satu tantangan yang dihadapi adalah selisih antara harga solar dan biodiesel yang masih cukup tinggi. Makanya, pemerintah masih mengkaji persiapan teknis untuk penerapan program B40 di Indonesia. Persiapan itu bersamaan dengan pengembangan program B50 hingga B100 yang akan diterapkan di masa mendatang. Menurut Indeks Komoditas Indonesia (IKI) jika program B40 dijalankan, diperkirakan penggunaan biodiesel di dalam negeri akan meningkat mencapai 15,9 juta kiloliter. Penggunaan biodiesel dibawah program B30 diperkirakan mencapai 9,6 juta kiloliter. IKI juga mengatakan bahwa perlu dilihat terlebih dahulu kemampuan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam memberikan insentif untuk B40. Kendati demikian, Kementerian ESDM masih terus melakukan persiapan hal teknis untuk peningkatan program B40, yakni menguji dan meneliti dari kualitas serta spesifikasi biodiesel, persentase kadar air, sampai persentase kontaminan pengotornya.
Hari Sawit Indonesia Hari Sawit Indonesia diperingati setiap 18 November setiap tahunnya. tanggal ini ditetapkan berdasarkan adanya komersialisasi sawit sebagai komoditas penting di Indonesia yang dimulai sejak 18 November 1911. Penanaman sawit secara komersil pertama di Indonesia ada di Pulu Raja. Saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Asahan yang dimiliki PTPN IV yang dulunya disebut PNP/PTP VI. Pada saat bersamaan, tanaman sawit juga dikembangkan di Sungai Liput yang saat ini dipegang oleh perusahaan swasta yakni Socfindo. Jejak sejarah ini menempatkan Sumatera sebagai wilayah perintis perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hingga kini kebun-kebun tersebut masih ada dan tumbuh produktif. Pada tanggal 18 November 2020 yang lalu bertepatan dengan masih adanya pandemi, Peringatan Hari Sawit Indonesia tahun 2020 yang di motori oleh Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) diadakan secara daring melalui aplikasi Zoom. Acara tersebut bertemakan “Sawit Indonesia untuk Kejayaan Bangsa”. Tentu hal tersebut didukung oleh kenyataan bahwa kelapa sawit telah berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Pada acara tersebut Ketua Umum DMSI Derom Bangun mengatakan dalam 8 tahun belakangan ini , selain industri Batu Bara, maka kontributor terbesar yang menopang perekonomian Indonesia adalah Sawit . Industri Sawit ( Perkebunan dan industri hilirnya) menyerap tenaga kerja yang sangat besar dan juga sebagai penyumbang devisa bagi negara yang terbesar , sehingga perlu dijaga eksistensinya. Pada Tahun 2019 saja nilai ekspor kelapa sawit memberikan kontribusi sekitar 20,5 milyar dollar AS dan di tahun 2020 ini diperkirakan besaran nilai ekspor yang sama juga masih akan dapat diraih. Industri sawit dapat menjadi kebanggaan bagi kita semua, meskipun dalam bidang usaha berbisnis sawit, baik oleh para petani smallholders dan juga perusahaan keadaanya masih belum sepenuhnya kondusif. Namun secara keseluruhan sektor kelapa sawit sangat optimis. Produktivitasnya yang mencapai 5 sampai 7 kali dari jenis minyak bijian yang lain akan selalu dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dunia akan minyak nabati yang terus meningkat. Jenis-jenis produk yang dihasilkan dalam industri oleokimia pun terus berkembang dan akan masih berkembang lagi sesuai dengan hasil penelitian dan teknologi yang semakin maju. Tantangan mengenai isu lingkungan baik deforestasi begitupun isu pelanggaran HAM memang harus diatasi dan diperbaiki dengan pedoman SDG (Sustainable Development Goals) dari PBB dengan mensukseskan ISPO sebagai standar perkebunan sawit yang ada di Indonesia.
Pada masa awal karet diperkenalkan, ternyata masyarakat Indonesia pernah tidak tertarik karena sudah menanam pohon penghasil getah yang lainnya, yaitu Ficus elastica atau karet kebo. Bahkan, perkebunan karet jenis Ficus elastic tertua di dunia ada di Jawa Barat. Karet (Hevea brasiliensis) adalah salah satu komoditas yang bisa kita banggakan. Indonesia bahkan pernah menjadi negara penghasil karet alam terbesar di Dunia. Meningkatnya permintaan karet salah satunya karena berkembangnya industri otomotif. Sampai saat ini, karet jenis Hevea Brasiliensis, masih terus ditanam di Indonesia. Negara Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil karet di Dunia. Indonesia memiliki jumlah produksi mencapai 2,175 juta metrik ton, di mana menjadi penyumbang 21 persen dari produksi karet alam dunia. Di samping itu, jumlah ladang perkebunan karet di negara ini juga sangat luas yang mencapai 3,5 juta hektare. Namun petani karet di Indonesia saat ini masih ada yang menggunakan bibit karet cabutan, anakan liar, atau hasil semaian biji dari pohon karet alam yang dibudidayakan sebelumnya. Meskipun demikian, bibit karet unggul sebenarnya sudah dikenal luas oleh petani.Bibit karet unggul dihasilkan dengan teknik okulasi antara batang atas dengan batang bawah yang tumbuh dari biji-biji karet pilihan. Teknik perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya diantara melalui okulasi tanaman. Okulasi tanaman atau lebih dikenal dengan penempelan mata tunas merupakan teknik perbanyakan yang sudah banyak dilakukan oleh masyarakat karena dapat meningkatkan kualitas tanaman menjadi lebih baik. Berikut merupakan penjelasan mengenai okulasi. Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan secara vegetatif buatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu tanaman melalui penempelan sepotong kulit pohon dengan mata tunas dari batang atas yang ditempelkan pada irisan kulit pohon lain dari batang bawah sehingga dapat tumbuh dan bersatu menjadi individu yang baru. Arti batang bagian bawah yang digunakan untuk okulasi diharuskan mempunyai sistem perakarannya yang baik, sedangkan batang bagian atas biasanya dipilih yang memiliki hasil tanaman yang memiliki kualitas baik. Terdapat dua macam teknik okulasi yang baisa diterapkan yaitu teknik okulasi tradisional dan teknik okulasi hijau. Okulasi disebut juga sebagai salah satu teknik perbaikan kualitas tanaman secara vegetatif buatan. Sama seperti jenis perbanyakan vegetatif buatan lainnya, okulasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bibit tanaman yang berkualitas baik. Jika dibandingkan dengan hasil tanaman melalui dari teknik perbanyakan cangkok dan stek, tanaman okulasi memiliki kualitas yang lebih baik dikarenakan okulasi dapat menggabungkan 2 sifat unggul dari masing-masing bagian tanaman asalnya yang berupa sifat unggul dari batang bawah seperti sistem perakaran yang kuat dan sifat unggul dari tanaman entres yang dapat berupa hasil buah yang lebat. Teknik okulasi biasanya dilakukan dengan menggabungkan tanaman-tanaman yang masih dalam satu spesies. Okulasi yang dilakukan antar tanaman dengan spesies berbeda jarang dilakukan karena memiliki tingkat keberhasilannya sangat rendah karena perbedaan sifat fisiologis dari masing-masing spesies dapat menghambat penyatuan batang atas dan batang bawah. Adapun untuk kegunaan dalam okulasi ini, antara lain adalah dapat menyebabkan proses perkembangbiakan menjadi lebih cepat karena faktor umur tanaman induk dan sifat induk yang unggul dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan vegetatif yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman karena didukung oleh bibit atau induk tanaman yang memiliki sifat unggul dan memiliki produksi tinggi. Hal tersebut yang mendorong peningkatan produktivitas dan mutu tanaman hasil okulasi sehingga teknik ini lebih menguntungkan. Hasil tanaman yang diperbanyak dengan okulasi memiliki sifat yang seragam. Hal ini dikarenakan okulasi merupakan perkembangbiakan secara vegetatif tanpa melalui proses peleburan dua gamet yang berarti satu induk tumbuhan dapat memperbanyak diri dan menghasilkan keturunan yang memiliki sifat identik dengan induknya. Hal tersebut yang menjadikan hasil tanamannya menjadi seragam.
Seperti yang kita ketahui, salah satu faktor yang sangat penting dalam budidaya kelapa sawit adalah penggunaan bibit unggul. Hasil produksi kelapa sawit yang berhasil adalah menghasilkan buah dengan kualitas dan kuantitas yang terjamin secara mutu. Benih unggul kelapa sawit merupakan Benih hasil persilangan antara tetua Dura (D) dan tetua Pisifera (P) terpilih hasil proses pemuliaan yang panjang dan terstruktur. Varietas tersebut telah dilepas oleh Kementerian Pertanian dan diproduksi oleh lembaga/instansi yang ditunjuk secara resmi oleh Pemerintah sesuai standar produksi benih kelapa sawit yang baik dan benar. Adanya benih kelapa sawit palsu menjadi permasalahan sendiri. Benih kelapa sawit ‘palsu’ (ilegitim) adalah benih kelapa sawit yang jenis persilangannya tidak sesuai dengan standar prosedur pemuliaan kelapa sawit. Benih ilegitim diproduksi dan diedarkan oleh lembaga/peroranganyang tidak memiliki izin produksi benih kelapa sawit dari Pemerintah (produsen liar). Benih kelapa sawit ilegitim tidak memenuhi persyaratan mutu genetis kelapa sawit mencakup asal bahan tanaman tidak jelas, varietas tidak dapat ditelusuri, dan tingkat kemurnian tenera tidak dapat dipertanggungjawabkan. Benih unggul itu penting karena benih hasil persilangan terkontrol dari varietas yang telah dilepas memiliki tingkat produksi tandan buah segar (TBS) dan crude palm oil (CPO) yang tinggi. Dengan tingkat produksi yang tinggi, petani/pekebun memiliki jaminan atas pendapatan dari hasil kebun, perbaikan taraf hidup (livelihood improvement), dan keberlanjutan usaha perkebunan (sustainability). Produsen benih kelapa sawit umumnya telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 sebagai upaya untuk memastikan bahwa mutu kecambah kelapa sawit yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI 8211:2015. Pengawasan kemurnian benih di tingkat produsen sesuai dengan SNI 8211:2015 tentang benih kelapa sawit ditetapkan bahwa persyaratan mutu kecambah mencukup tiga hal: Mutu genetis: asal bahan tanaman, varietas, dan kemurnian; Mutu fisiologis: tingkat kesehatan benih; Mutu fisik: bobot biji, serta keragaan radikula dan plumula Saat ini sejak 2019 terdapat 19 produsen benih kelapa sawit dengan 58 varietas DxP di Indonesia. Pastikan selalu gunakan benih unggul yang asli untuk hasil produksi yang terbaik. Sumber: FGD Kemenko_Benih Kelapa Sawit_17 Juni 2020 PPKS - RPN
Terjadinya pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian dunia, termasuk kinerja komoditas karet. Di sisi lain, dampak pandemik COVID-19 juga menawarkan peluang untuk meningkatkan harga karet dengan meningkatkan penyerapan karet alam untuk memproduksi alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, dan alat-alat kesehatan lainnya. Peluang ini dimanfaatkan oleh negara Malaysia yang merupakan produsen sarung tangan karet (rubber gloves) terbesar di dunia. Malaysia diprediksi akan meningkatkan pangsa pasar sarung tangan karet di pasar global dari 62% menjadi 65% di tahun 2020 ini. Di pasar domestik, Indonesia juga bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan meningkatkan produksi sarung tangan karet dalam negeri untuk industri APD dalam negeri. Oleh karena itu, supply karet alam masih terus dibutuhkan oleh industri hilir karet. Selain industri kesehatan, karet juga berpeluang untuk ditingkatkan konsumsi domestiknya melalui program aspal karet. Pada tahun 2020, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membuat kebijakan dengan menyiapkan anggaran Rp 100 miliar untuk membeli karet petani yang akan digunakan sebagai bahan baku aspal karet Apabila pemerintah Indonesia semakin mendorong banyaknya pembangunan infrastruktur menggunakan bahan baku karet alam, maka upaya untuk meningkatkan konsumsi karet domestik akan tercapai, dan pada akhirnya akan menaikkan harga karet di pasar global. Sehingga dengan melihat adanya peluang dalam pengembangan industri karet seperti yang dikutip dari Rubber Note (Kelti Sosial Ekonomi Pusat Penelitian Karet) terdapat beberapa hal untuk meningkatkan harga karet yang diterima oleh petani dapat dilakukan antara lain: Meningkatkan kualitas karet yang dihasilkan petani, yaitu dengan menghasilkan bokar bersih ataupun menghasilkan produk lateks pekat sebagai bahan baku barang jadi karet yang berbasis lateks pekat. Memperbaiki rantai pemasaran karet petani yang panjang dengan membentuk sistem pemasaran terorganisir melalui koperasi atau UPPB, sehingga pemasaran karet lebih efisien yang pada gilirannya akan meningkatkan bagian harga karet yang diterima oleh petani. Perumusan kebijakan proyek aspal karet nasional dengan melibatkan para pemangku kepentingan, antara lain petani/kelompok tani karet, asosiasi, gabungan pengusaha, kementerian terkait (PUPR), serta Pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan sentra perkebunan karet untuk memanfaatkan teknologi aspal karet dalam pemeliharaan dan pembangunan jalan kabupaten dan kota. Perumusan kebijakan mengenai skema pendanaan peremajaan karet rakyat.
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan aneka hasil perkebunan. Hal ini juga karena tingkat kesuburan tanah yang sangat tinggi sehingga cocok untuk ditanami beragam komoditas perkebunan. Hasil pertanian yang dimiliki Indonesia begitu melimpah. Keuntungan ini tentu menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk melakukan ekspor produk-produk pertaniannya ke mancanegara. Beberapa komoditi perkebunan merupakan produk unggulan yang menjadi sumber pendapatan negara dalam skala besar. Tidak salah jika sektor ini masih bisa bertahan dan mencatatkan pertumbuhan di tengah pandemi. Beberapa produk hasil perkebunan dari Indonesia telah diekspor ke berbagai negara di luar negeri. Indonesia memiliki lima komoditas unggulan di sektor perkebunan. Berdasarkan data statistik kementerian pertanian secara berurutan yakni kelapa sawit, karet, kelapa/kopra, kopi dan kakao. Produksi kelapa sawit terbesar di antara komoditas perkebunan, 12-15 kali lipat dibanding produksi empat komoditas lain. Kemudian secara berurutan disusul karet, kelapa, kopi dan kakao. Selama lima tahun terakhir, produksi kelapa sawit dan kopi konsisten meningkat, sedangkan kakao dan kelapa berfluktuasi. Komoditas karet, meski mengalami penurunan produksi, masih masuk dalam komoditas unggulan. Kemajuan ilmu pertanian dan teknologi yang beriringan semakin meningkatkan jumlah produksi hasil perkebunan. Produksi lima komoditas unggulan perkebunan Indonesia terus meningkat, hal ini juga berlaku pada nilai ekspornya. Namun, ekspor masih didominasi bahan baku. Nilai ekspor bahan baku lebih rendah dibandingkan dengan ekspor barang setengah jadi atau barang jadi karena tidak memiliki nilai tambah. Sektor perkebunan yang masih positif menjadi angin segar, meski juga diperlukan perbaikan sistem industrinya secara menyeluruh dan dilakukan secara struktural agar setiap produk pertanian komoditas dikelola terlebih dahulu sehingga bisa memberi nilai tambah. Hal ini perlu didorong hilirisasi industri sehingga muncul diversifikasi produk. Agar industri hilir untuk komoditas-komoditas perkebunan unggulan bisa berkembang, perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif. Perlu adanya kerjasama antara perusahaan perkebunan dan perusahaan industri pengolahan dengan dukungan dari pemerintah yang berkesinambungan dalam membangun industri hilirisasi komoditas perkebunan. Hal ini dilakukan agar mengurangi ketergantungan kepada sektor komoditas (bahan baku). Melalui hilirisasi, para pelaku agribisnis juga akan mendapatkan nilai tambah dan jaminan pasar yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatanāperalatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila terjatuh dari suatu tempat. Karena itu Karet dikenal karena sifat elastis dan isolator listrik. Komoditi banyak diguanakan pada produk dan peralatan di seluruh dunia (mulai dari produk-produk industri sampai rumah tangga). Ada dua tipe karet yang dikenal luas, karet alam dan karet sintetis. Karet alam dibuat dari getah (lateks) dari pohon karet, sementara tipe sintetis dibuat dari minyak mentah. Kedua tipe ini dapat saling menggantikan dan karenanya mempengaruhi permintaan masing-masing komoditi. Sejarah karet bermula ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika pada 1476. saat itu, Columbus tercengang melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan suatu bahan yang dapat memantul bila dijatuhkan ketanah. Bola tersebut terbuat dari campuran akar, kayu, dan rumput yang dicampur dengan suatu bahan (lateks) kemudian dipanaskan diatas unggun dan dibulatkan seperti bola. Pada 1731, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. seorang ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Havea Brasilienss yang tumbuh di hutan Amazon di Brazil. Pada tahun 1770 seorang ahli kimia dari Inggris melaporkan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari pensil. sejak 1775 karet mulai digunakan sebagai bahan penghapus tulisan pensil, dan jadilah karet itu di Inggris disebut dengan nama Rubber (dari kata to rub, yg artinya menghapus). Pada dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis (menyerupai karet) ialah elastomer, tetapi sebutan rubber-lah lebih populer di kalangan masyarakat awam. Barang-barang karet yang diproduksi waktu itu selalu menjadi kaku di musim dingin dan lengket dimusim panas, sampai seorang yang bernama Charles Goodyear yang melakukan penelitian pada 1838 menemukan bahwa, dengan dicampurkannya belerang dan dipanaskan maka karet tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca, proses ini disebut dengan vulkanisasi. Oleh karena penemuan itu sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya dapat disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet. Dibelahan dunia lain pada masa awal karet diperkenalkan, ternyata masyarakat Indonesia pernah tidak tertarik karena sudah menanam pohon penghasil getah yang lainnya, yaitu Ficus elastica atau karet kebo. Bahkan, perkebunan karet jenis Ficus elastic tertua di dunia ada di Jawa Barat. Namun Karet jenis Hevea brasiliensis memiliki getah yang lebih banyak. Dan sekarang salah satu komoditas yang bisa kita banggakan. Indonesia bahkan pernah menjadi negara penghasil karet alam terbesar di Dunia. Meningkatnya permintaan karet salah satunya karena berkembangnya industri otomotif. Sampai saat ini, karet jenis Hevea Brasiliensis, masih terus ditanam di Indonesia. Negara Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil karet di Dunia. Indonesia memiliki jumlah produksi mencapai 2,175 juta metrik ton, di mana menjadi penyumbang 21 persen dari produksi karet alam dunia. Disamping itu, jumlah lahan perkebunan karet di negara ini juga sangat luas yang mencapai 3,5 juta hektare. Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting untuk pasar global. Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah mengalami pertumbuhan produksi yang stabil. Kebanyakan hasil produksi karet negara ini kira-kira 80 persen diproduksi oleh para petani kecil.