Profil

 

Profil BKS-PPS

Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS) merupakan Badan Hukum Perkumpulan yang disahkan pendiriannya oleh Keputusan Menteri Hukum dan Hak Awasi Manusia RI No. AHU-0042005.AH.01.07. tahun 2016, sedangkan pembentukan  BKS-PPS tanggal 12 April 1967 adalah berdasarkan Akta Notaris No. 78 Tanggal 24 April 1967 di Medan dihadapan Ong Kiem Lian Notaris berkedudukan di Medan dengan alamat Jalan Pemuda No. 2 Medan 20151.


Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BKS-PPS berdasarkan akta nomor 01 tanggal 24 Maret 2016 dibuat dihadapan H.R. Abdullah Riza, SH. Notaris di kabupaten Bekasi, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan-perusahaan perkebunan yang menjadi anggota BKS-PPS yang terletak di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Jambi.
BKS-PPS beranggotakan dari kalangan PTP/BUMN, Swasta Asing, Swasta Nasional dan Perusahaan Daerah yang sampai saat ini beranggotakan 162 perusahaan perkebunan (kelapa sawit, karet, teh) dengan luas areal +/- 1.270.000 Ha yang tersebar di pulau Sumatera.


BKS-PPS memiliki seorang Ketua Umum, dan seorang Ketua Harian sebagai pimpinan pelaksana yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu staf dan karyawan.
Tugas dan fungsi BKS-PPS adalah melakukan koordinasi yang meliputi (1) bekerjasama, bersatu dalam satu wadah guna memberi kekuatan serta dukungan bagi para anggotanya, seperti (1.a) dalam perundingan dengan Serikat Pekerja dalam berbagai hal ketenagakerjaan dan lainnya, (1.b) dalam memberi masukan kepada pemerintah/instansi yang berhubungan dengan turut serta menjaga pelaksanaan peraturan perundang-undangan utama nya sektor perkebunan, (2) hal-hal ataupun masalah yang bersifat umum dan menyangkut seluruh sebagian anggotanya untuk dapat ditangani sehingga mengurangi beban anggota, (3) kesamaan dan keseragaman bertindak oleh seluruh anggota guna mencegah atau mengurangi gejolak maupun kendala terutama dalam menghadapi berbagai masalah ketenagakerjaan, (4) untuk memperlancar komunikasi maupun saling tukar informasi yang saling bermanfaat, (5) sebaliknya kesamaan dan keseragaman tindak yang mungkin mengakibatkan kurang memuaskan bagi sebagian anggota tentu perlu diminimalisir, serta (6) turut mengembangkan kesejarahan dan museum perkebunan.